Pernah
bingung dengan katalog perpustakaan yang kacau? Atau katalog manual yang
perlu waktu sangat lama untuk menelusurinya? Kesulitan-kesulitan itu
kemudian menjadi topik pembahasan dan kemudian bermunculan solusi di
kalangan pustakawan. Mereka menamakan diri Paguyuban Perpustakaan Jogja.
— Tulisan ini dikutip langsung dari Blog Resmi Komunitas SLiMS Jogjakarta yang beberapa saat yang lalu di muat di salah satu media lokal di Yogyakarta (Harian Yogya).
Semoga langkah ini bisa diikuti oleh pihak-pihak dimanapun berada dan semoga bisa berlanjut hingga di tingkat Nasional.
Hal ini penting, karena untuk membangun
sebuah katalog bersama ternyata tidak membutuhkan biaya banyak. Yang
sulit adalah menyadarkan semua pihak khususnya untuk para pengelola
perpustakaan agar bersedia BERBAGI ILMU (KATALOG) dan janganlah justru
“MENYEMBUNYIKAN” Ilmu Pengetahuan yang sudah seharusnya diakses oleh
masyarakat.
Paguyuban Perpustakaan Jogja merupakan
komunitas yang anggotanya memiliki minat pada perangkat lunak, SLiMS
(Senayan LibraryManagement System). Perangkat lunak ini digunakan
sebagai pengelolaan perpustakaan dirilis dengan lisensi opensource
(http://senayan.diknas.go.id – http://slims.web.id).
Paguyuban Perpustakaan Jogja juga
menginduk kepada Komunitas SLiMS Indonesia yang terlebih dulu berdiri.
Paguyuban ini lantas juga bernama Komunitas SLiMS Jogja. Paguyuban ini
didirikan sekitar Januari 2010 oleh enam orang yaitu Purwoko, Budhi
Santoso, Sumaryanto, Yusuf, Adi dan Haris. Mereka awalnya berdiskusi di
selatan Kantor Pusat Tata Usaha (KPTU) Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada (UGM).
Pertemuan yang kemudian berpindah di
perpustakaan Teknik Geologi UGM ini membuat kesepakatan akan
ditindaklanjuti dengan acara bulanan dengan format awal belajar bersama
mengenai SLiMS.
Saat ini SLiMS telah digunakan oleh
lebih dari 120 perpustakaan, baik di Indonesia maupun luar negeri. SLiMS
sendiri dikembangkan oleh pustakawan di Indonesia dan didukung oleh
para programer dari dalam negeri.
Paguyuban ini juga telah menelurkan JogjaLib.net
(JLN) sebagai katalog induk yang akan mempermudah pencarian buku di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Cukup datang ke website-nya, tulis
kata kuncinya, kemudian tekan tombol pencarian. Jika buku yang kita
butuhkan sudah terdaftar dalam katalog induk, maka kita akan tahu tempat
di mana bisa mendapatkan buku tersebut,” Purwoko, salah satu pendiri
Paguyuban, Perpustakaan Jogja, pekan lalu.
Purwoko menjelaskan di DIY telah ada 48
perpustakaan yang tergabung dalam katalog induk JLN. “Kira-kira ada
100.000 lebih judul buku di dalam-nya,” lanjutnya. Jenis perpustakaannya
sendiri beragam. Terdiri dari 18 perpustakaan sekolah, 17 perpustakaan
perguruan tinggi, delapan perpustakaan dari LSM, empat perpustakaan
lembaga negara, dan satu perpustakaan pribadi. Selain itu sudah
bergabung pula empat penerbit buku, dan direncanakan akan bertambah
sekitar sepuluh penerbit lagi yang akan meramaikan keberadaan katalog
induk ini.
“Tujuannya belajar. Berusaha menyatukan
katalog perpustakaan Jogja dengan rasa paguyuban, tidak ada aturan
tetap, secara sukarela. (JLN) diharapkan akan mempermudah orang lain
untuk menemukan koleksi. Bagi pustakawan bisa mempermudah dalam
menginput buku,”papar Purwoko. JogjaLib.Net yang resmi terdaftar pada 9
Juli 2010.
Selain melahirkan JLN, komunitas ini juga aktif dalam berbagai jejaring sosial lainnya di dunia maya, seperti blog
dan Facebook. Disediakan pula bentuk layanan kerjasama untuk melakukan
pelatihan. penggunaan aplikasi SLiMS, instalasi perangkat lunak SLiMS,
juga pembuatan website perpustakaan.
Dikelola Sukarela
Dalam proses pengelolaan sendiri,
dijelaskan oleh Purwoko, dilakukan secara sukarela, tidak ada patokan
jumlah khusus. Sejauh ini, biaya yang dikeluar-kan sangat minim, yaitu
sekita Rpl juta sebagai total pengeluaran sampai April 2012.
“Kami itu ingin mengedukasi daerah lain
bahwa membangun katalog induk di sebuah wilayah tidak membutuhkan biaya
besar dan teknologi yang canggih. Yang terpenting adalah kemauan
orangnya, komunitasnya, dan tidak serta merta berbau uang,” tutur
Purwoko.
Purwoko berharap melalui katalog induk
ini, akan terbehtuk sebuah jaringan yang menghubungkan satu perpustakaan
dengan perpustakaan lainnya, sebagai bagian dari anggota JLN. Melalui
jaringan tersebut, diharapkan bisa memberikan kemudahan dalam
menfasilitasi masyarakat.
Tak hanya itu, Paguyuban Perpustakaan
Jogja juga telah menginspirasi terbentuknya komunitas serupa di
Indonesia. “Kegiatan serupa selain di Jakarta, juga telah ada di Kudus, Madiun, Surabaya, Sumatra Barat, Makassar dan Ambon,” terang Koordinator, Paguyuban Perpustakaan Jogja, Heri Abi.
Ada banyak cita-cita yang ingin
dikembangkan oleh Heri terhadap keberadaan JLN sebagai katalog induk.
Dalam waktu dekat, ia ingin sekali melibatkan koleksi-koleksi pribadi
dari dosen atau pakar-pakar untuk terlibat dalam JLN. Koleksi buku yang
berkualitas diharapkan akan diperoleh melalui kerjasama tersebut.
“Berencana membuat katalog Untuk pakar
hal ini akan menguntungkan mereka juga. Selain itu, bisa menyebarluaskan
koleksi yang mereka miliki, “ujarnya. Heri juga ingin memperkuat
keberadaan katalog penerbit. Keberadaan penerbit akan sangat mempermudah
pustakawan nantinya dalam menginput buku.
Ia menjelaskan, jika ada sebuah buku
yang diterbitkan oleh penerbit tertentu dari menjadi koleksi dari sebuah
perpustakaan, maka pustakawan tidak perlu direpotkan untuk menginput
data buku. Cukup melakukan copy catalog, maka data buku tersebut
otomatis akan tersimpan dalam data perpustakaan tersebut.
duniaperputakaan.com